Aku sayang Ayah

0 comments
       Selama aku hidup, aku tak pernah melihat Ayah menangis. Sama sekali, tidak sekalipun.

Hidupnya mungkin tak sempurna. Sejak kecil, ia selalu berusaha untuk menghidupi dirinya, bersekolah sebaik mungkin, dan melakukan semua yang ia bisa.

       Sesekali aku mendengar cerita Ayah ketika ia masih kecil. Ia pernah bercerita bahwa dulu setiap pulang sekolah, ia harus bekerja menjahit pada pamannya untuk uang saku yang tak seberapa. Di bangku sekolah menengah atas pun, ia rela berjalan berkilo-kilometer jauhnya untuk mencapai sekolahnya. Sejak dulu jauh sebelum aku lahir di dunia, ia sudah tahu apa arti kerja keras.

       Ayah tak pernah membentak apalagi memaki-maki. Jika ia marah, ia hanya menggumamkan beberapa kata, tapi itu sudah cukup untuk membuatku kalang kabut. Ayah adalah sosok yang lebih suka langsung melakukan sesuatu tanpa harus basa-basi terlalu banyak bicara.

       Aku pernah mengecewakannya, mungkin bukan sekali, tapi berkali-kali. tapi ia tak pernah menunjukkan kemarahannya. Satu pesan yang selalu ia berikan padaku ini selalu kuingat, "Jangan melakukan sesuatu dengan setengah-setengah. Bila kita punya ilmu, yang lain akan mengikuti"

       Terkadang merasa sangat bersalah jika selama ini aku belum bisa membahagiakan dan membuatnya bangga. Tapi ia selalu percaya padaku, selalu memberikan semua keputusan kepadaku, karena ia tak pernah memaksaku untuk melakukan sesuatu hingga detik ini.

       Selalu ada pelajaran dari setiap tetesan keringatnya. Ada kasih sayang, cinta, dan perjuangan dalam setiap peluh keringatnya. Ia yang selalu memastikan semua keluarga bisa tinggal di rumah yang nyaman. Ia yang tak pernah lelah untuk melakukan yang terbaik untuk anak dan istrinya.



Semoga di sisa hidupku, aku bisa menjadi anak yang selalu Ayah banggakan.
Sehat selalu, Ayah. Kami selalu menyayangimu ...








G+

Post a Comment